Reinout Willem van Bemmelen, Bapak Danau Toba
SPORTOURISM — Suatu hari di tahun 1930-an, Reinout Willem van Bemmelen — geolog terkemuka Hindia-Belanda — terpaku mengamati bebatuan di sebuah bukit tidak jauh dari Danau Toba. Menggunakan cangkul kecil, ia menggali untuk mengetahui ketebalan bebatuan itu di satu dan lain lokasi.
Van Bemmelen menyusuri kawasan seputar Danau Toba, atau ke area yang lebih jauh dari obyek yang diteliti, hanya untuk mengetahui ketebalan bebatuan. Semua itu dilakukan bertahun-tahun, dengan bimbingan naluri ilmiahnya.
Bebatuan itu adalah ignimbrit, campuran debu vulkanik yang mengeras (tuff) dengan butir-butir batuapung kaya silikat– batau bersifat asam. Ignimbrit muncul saat letusan gunung berapi berskala besar, yang mengempaskan awan panas masif.
Van Bemmelen menemukan ignimbrit di sekitar Danau Toba sedemikian tebal, tapi menipis dan menipis di area yang jauh dari danau di Sumatera Utara itu. Ia juga menemukan tuff berlimpah selama penelitian antara 1930-1939.
Temuan-temuan itu menuntun Van Bemmelen ke pembangunan teori super volcano. Menurutnya, Danau Toba — cekungan seluas 2.270 kilometer persegi, panjang 100 kilometer dan lebar 30 kilometer — adalah danau vulkanik.
Dalam Geology of Indonesia, Van Bemmelen menguraikan bahwa Danau Toba terbentuk setelah letusansuper volcano. Ia juga mempopulerkan istilah Tumor Batak, atau gundukan sangat besar yang memisahkan Danau Toba dengan Pegunungan Bukit Barisan.
Tumor Batak, demikian Van Bemmelen, adalah gunung berapi yang menopang Danau Toba. Van Bemmelen juga menyebut Tumor Batak sebagai Gunung Toba, yang berdiri di atas sistem patahan besar Sumatera.
Penelitian pada tahun-tahun berikut berikut memperjelas teori super volcano tepat di posisi Danau Toba saat ini. Van Bemmelen dan Stauffer juga menemukan rhyolite di Malaysia. William dan Royce melaporkan rhyolite di India yang seumur dengan penemuan Van Bemmelen dan Ninkovich.
Temuan rhyolite di lokasi yang jauh dari Danau Toba menuntun para ahli untuk memperkirakan kekuatan letusan 74 ribu tahun lalu. Hasilnya mengejutkan. Danau Toba terbentuk dari letusan gunung berapi raksasa, dengan dapur magma sangat besar di bawah Danau Toba.
Geolog lainnya memperkirakan super volcano yang menciptakan Danau Toba berkekuatan 300 kali lebih besar dari letusan Gunung Tambora 1815, dan tercatat sebagai letusan terbesar sepanjang sejarah Bumi.
Van Bemmelen menuntun peneliti untuk menyusun teori lain. Salah satunya menyebutkan material vulkanik yang dimuntahkan supervulkani setara dengan 2.800 kilometer kubik, dengan 800 kilometer kubik berbentuk debu beracun alias berisi kandungan belerang sangat tinggi.
Selama 75 tahun Danau Toba terus kedatangan geolog dan peneliti gunung berapi, yang memunculkan teori baru. Craig A Chesner, profesor geologi dari Eastern Illinois University, memberi jalan bagi lahirnya teori Toba Catastrophe.
Michael Rampino (New York University), Stephen Self (University of Hawaii at Manoa), kemudian Greg Zielinski (University of Massachusetts) menyediakan data lanjutan untuk memperkokoh teori itu.
Stephen Oppenheimer, ahli sintesis DNA dari Inggris, menggunakan Toba Catastrophe untuk menyusun teori migrasi manusia akibat letusan Gunung Toba. Dalam Journey of Mankind, Oppenheimer mengatakan letusan Toba melahirkan perubahan drastis genetika pada ras-ras Homo Sapiens.
Van Bemmelen, bersama Herman Neubronner van der Tuuk, adalah bagian tak terpisahkan sejarah Danau Toba. Van der Tuuk menjadi orang pertama yang melihat Danau Toba, Van Bemmelen mempopulerkan danau indah ini lewat teorinya.
Danau Toba popular di Belanda. Essie Gultom, warga Belanda yang kini menetap di Samosir, mengatakan saat kecil ia pernah mendengar ungkapan di Belanda; jangan mati sebelum menginjakan kaki di Danau Toba sekali saja.
Sebagai destinasi wisata, Danau Toba sempat popular dan dikujungi wisman sepanjang 1990-an. Setelah krisis moneter 1998 dan pergantian rejim di Indonesia, kunjungan wisman ke Danau Toba menurun dan tak pernah ramai lagi.
Kini, Kementerian Pariwisata (Kemenpar) menetapkan Danau Toba sebagia satu dar 10 Top Destinasi Prioritas, yang diharapkan menopang target 20 juta wisaman pada tahun 2019. Presiden Joko Widodo menugaskan lima kementerian untuk membenahi Danau Toba, mulai dari membangun infrastruktur, memperbaiki lingkungan, promosi pariwisata, dan mempersiapkan masyarakat agar bisa menjadi tamu yang baik bagi wisatawan.
Terakhir, Presiden Joko Widodo mengeluarkan Perpres No.49 tahun 2016 tentang Badan Otorita Pengelola Kawasan Pariwisata Danau Toba (BOP-KPDT). Pengelolaan Danau Toba berada di satu tangan, bukan tersebar di tujuh kabupaten di sekeliling danau itu.
Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya mengatakan pembangunan Danau Toba sebagai destinasi internasional telah sampai pada titik tidak bisa kembali, atau point of no return. Pemerintah akan membangun infrastruktur agar akses ke Danau Toba menjadi lebih mudah, dan mendorong investor dalam dan luar negeri membangun amenitas, dan tak luba melibatkan masyarakat.